KARANGANYAR, suaramerdeka.com- Petani di berbagai wilayah di Indonesia masih ragu dengan sistem pertanian organik dalam mengolah lahannya. Padahal sistem ini memiliki prospek bagus dan menjadi sistem pertanian masa depan yang menjanjikan.
Keraguan petani selama ini, lantaran mereka kerap tidak mendapatkan informasi secara utuh tentang sistem pertanian organik dan tidak mendapat pendampingan dari tenaga ahli ketika mencoba beralih dari pertanian kimiawi ke organik.
Selain itu, ada kekhawatiran hasil panen bakal turun ketika menerapkan sistem pertanian organik. Sejumlah masalah ini menjadi pembahasan dalam rapat kerja dan deklarasi Organisasi Perkumpulan Tani Organik Sejati (ATOS) di Karangpandan, Minggu (8/4).
Selain membahas AD/ART organisasi, rapat tersebut juga membahas rencana kerja ke depan, pasca SK Menkumham tentang izin pendirian organisasi.
Ketua ATOS Dedy Fachruddin Irawan mengatakan, kondisi lahan pertanian di Indonesia yang bertahun-tahun dijejali unsur kimia, membuat lahan menjadi kritis. ‘’Mindset petaninya juga kritis, karena masih ada yang sulit diajak beralih ke unsur alami dan masih bersikukuh dengan pemakaian unsur kimia,’’ katanya.
Kondisi itu jika dibiarkan, berujung pada menurunnya hasil panen secara kuantitas maupun kualitas. Padahal di sisi lain, biaya yang dikeluarkan petani untuk bertanam meningkat.
‘’Dari situ, kami ingin membantu pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian, lewat sistem organik. Kami gandeng akademisi untuk membantu mengedukasi dan mendampingi petani dalam menjalankan sistem pertanian organik,’’ jelasnya.
Menurutnya, sudah 10 tahun terakhir, pegiat pertanian di ATOS bergerak untuk melakukan pelatihan dan pendampingan, serta pengenalan sistem pertanian organik kepada petani.
Demplot Organik
‘’Kami ajak petani pelan-pelan beralih ke sistem organik. Tidak serta merta, agar mereka tidak syok. Pelan-pelan, membuat demplot organik, dikenalkan sistemnya, sampai mereka bisa merasakan hasilnya dari sistem organik,’’ tuturnya.
Dikatakannya, sejauh ini, ATOS sudah memiliki delapan koordinator wilayah, dengan pusatnya di Kota Solo. ‘’Setelah ini, kami akan memperluas pembentukan korwil, karena banyak petani yang datang untuk belajar sistem pertanian organik. Banyak yang merespons positif,’’ imbuhnya.
Dewan Penasihat ATOS, Dr Pramono Hadi menambahkan, keberadaan organisasi tersebut dilandasi semangat dari petani untuk petani, dengan didampingi akademisi dan praktisi.
‘’Tujuan akhirnya, agar petani sejahtera. Sebab selain didampingi tentang sistem pertaniannya, mereka juga diajak belajar dalam memasarkan produk. Jadi belajarnya dari hulu sampai hilir,’’ ujarnya.
Menurutnya, langkah untuk mengubah mindset petani agar tidak melulu bergantung pada unsur kimia dalam mendongkrak hasil produksi pertanian, harus segera diambil.
‘’Sebab lahan pertanian saat ini sudah kritis. Pola pikir petani yang ingin hasil tinggi tanpa menghiraukan kaidah lingkungan perlu diubah. Jika ini dibiarkan, akan menjadi bencana di masa depan. Ini tanggung jawab moral, agar ATOS bisa menyejahterakan petani, sekaligus menyehatkan konsumen dengan hasil pertanian organik,’’ ungkapnya.
(Irfan Salafudin /SMNetwork /CN40 )
http://www.suaramerdeka.com/news/detail/22443/Petani-Ragu-Bertani-Sistem-OrganikBagikan Berita Ini
0 Response to "Petani Ragu Bertani Sistem Organik"
Post a Comment