Search

Warga yang Bertahan Tetap Langsungkan Pernikahan

KULONPROGO, suaramerdeka.com- Di tengah polemik pembebasan lahan untuk pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA), salah satu keluarga yang masih tetap bertahan mempertahankan tanah dan rumahnya, menggelar upacara pernikahan di Dusun Kragon II, Desa Palihan, Kecamatan Temon, Kulonprogo, Selasa (27/3).

Meski lahan dan sebagian besar rumah-rumah di sekitarnya telah diratakan dengan tanah, keluarga Widi Sumarto Sadikun (59) tetap melangsungkan upacara pernikahan anaknya, Widi Septianingsih (30). Upacara dan pesta perniahan dihelat di tenda pernikahan berhias janur kuning di depan rumah yang terletak di dalam area Izin Penetapan Lokasi (IPL) pembangunan NYIA tersebut.

Sehari sebelumnya, PT Angkasa Pura I bersama Pemkab dan kepolisian telah melakukan penutupan Jalan Daendels yang ada di wilayah IPL. Jalan itu merupakan akses utama bagi Widi Sumarto dan warga lain yang masih tetap bertahan di rumah mereka dari pembebasan lahan untuk pembangunan NYIA. Di dalam area IPL tersebut masih ada sekitar 37 rumah warga yang bertahan.

Raut wajah kedua mempelai, Widi Septianingsih (30) dan Misbahudin (28) tampak bahagia menyambut moment istimewa tersebut. Selain para tetangga, tamu undangan, saudara, dan kerabat, pernihakan juga diikuti tamu para pengiring dari pihak pengantin lelaki dari Desa Penusupan, Randudongkal, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.

Upacara pernikahan diawali dengan akad nikah yang dilangsungkan sekitar pukul 08.00 WIB. Dilanjutkan dengan prosesi tradisi pernikahan adat Jawa. Kedua mempelai yang telah dirias dengan pakaian adat Jawa diiring masuk ke tenda digelarnya acara pernikahan.

Prosesi adat Jawa pun dilaksanakan dengan runtut, di antaranya saling lempar sirih, membasuh kaki pengantin lelaki, memecah telur, dan kembar mayang. Begitu sampai di pelaminan, dilanjutkan dengan prosesi kacar kucur, saling menyuapi, dan sungkeman pada orangtua kedua mempelai.

Seremonial dilanjutkan dengan penyampaian selamat datang (atur pambagyoharjo), pasrah pangandiko dari pihak keluarga mempelai lelaki, panampi pangandiko dari pihak keluarga mempelai perempuan, dan doa yang disisipi dengan nasihat-nasihat bagi kedua mempelai. Acara diakhiri dengan makan bersama dan memberi selamat kepada mempelai dan berfoto.

Widi Sumarto Sadikun, mengaku memilih menggelar upacara pernikahan putrinya di rumah, walau pun sudah dilakukan penutupan jalan. Meski pihak PT Angkasa Pura I menyatakan pembebasan lahan untuk pembangunan bandara sudah selesai 100 persen, termasuk dengan upaya konsinyasi, dia bertekad tetap mempertahankan tanah dan rumahnya.

“Saya sekeluarga biar pun (jalan) mau ditutup mau bagaimana, saya tetap di sini. Kalau Angkasa Pura bilang (pembebasan lahan) sudah clear, itu sebenarnya warga sini belum pernah bicara (melepas) apa pun, sehingga bertahan di sini. Kami merasa ini masih hak kami, masih bertahan,” katanya.

Widi bersyukur masih banyak tetangga yang hadir dalam upacara pernikahan putrinya tersebut. Walau pun ada perbedaan sikap pro dan kontra. “Yang dulu menempati di sini, yang udah pindah juga datang ke sini semua,” imbuhnya.

Sang mempelai perempuan, Widi Septianingsih tampak sedih mengingat kondisi tanah kelahirannya yang akan akan dibangun bandara. “Tanah kelahiran, sudah mau digusur, moga aja gak jadi. Seneng sih, banyak yang mau dateng, yang pada masih mau kekeluargaan sama kami,” katanya.

Pernikahan tersebut sudah disiapkan sejak lamaran yang berlangsung sekitar enam bulan lalu. Dia mengaku mengenal sang pujaan hati yang mempersuntingnya sudah sejak beberapa tahun lalu yang merupakan teman kerja di Jakarta.

“Memang sebelumnya sudah direncanakan di sini. Ada penutupan jalan pun tetap mau di sini aja, apa pun keadaannya tetep mau di sini aja. Alhamdulillah walau pun kita pro kontra semuanya pada dateng,” katanya.

Salah satu perwakilan warga penolak yang tergabung dalam Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP), Sofyan mengatakan, diselenggarakannya upacara pernikahan tersebut tidak ada kaitannya dengan masalah perjuangan bertahan dari rencana pembangunan bandara. Hal itu merupakan acara keluarga, yang memang tidak ada setingan atau direncanakan karena ada penutupan jalan. “Cuma pas kebetulan aja. Dan ini membuktikan bahwa kami sampai saat ini merasakan masih dalam ketenangan karena kami dapat melaksanakan seperti ini,” imbuhnya.

Sebelumnya, Project Manager Proyek Pembangunan NYIA PT Angkasa Pura I, R Sujiastono mengatakan, proses pembebasan tanah untuk pembangunan NYIA sudah selesai 100 persen. Dengan demikian peruntukan wilayah IPL adalah untuk bandara dan bukan lagi untuk hunian. Warga yang masih bertahan diharapkan untuk segera pindah dengan kesadaran sendiri.

(Panuju Triangga /SMNetwork /CN40 )

Let's block ads! (Why?)

http://www.suaramerdeka.com/news/detail/21011/Warga-yang-Bertahan-Tetap-Langsungkan-Pernikahan

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Warga yang Bertahan Tetap Langsungkan Pernikahan"

Post a Comment


Powered by Blogger.